
Hujan lebat yang melanda Gaza pada Jumat (14/11) menyebabkan banjir di sejumlah kamp pengungsian. Banyak warga terbangun dan mendapati air telah menggenangi tenda dan tempat berlindung mereka. Juru bicara Pertahanan Sipil Gaza, Mahmoud Basal, mengatakan kasur dan selimut para pengungsi basah kuyup, sementara mereka tidak memiliki pilihan lain karena infrastruktur yang tersisa telah hancur akibat serangan Israel.
Menurut para pengungsi yang berbicara kepada CNN, tenda yang mereka tempati telah usang dan beberapa roboh diterjang hujan deras. “Kami dan anak-anak kecil kami kebanjiran,” ujar Raed Al-Alayan. Ia menambahkan bahwa tidak ada atap yang cukup kuat untuk melindungi mereka dari curah hujan.
Badai memang umum terjadi di Gaza pada periode ini, namun kondisi menjadi jauh lebih parah dengan ratusan ribu warga yang telah kehilangan tempat tinggal permanen. Bahkan hujan dengan intensitas normal pun kini dapat menyebabkan banjir dan memperburuk keadaan.
Seorang perempuan yang mengungsi bersama 20 anak, termasuk bayi baru lahir, menunjukkan tenda keluarganya yang basah kuyup. Sambil menangis, ia mempertanyakan ke mana mereka harus pergi. Ia mengatakan tenda-tenda itu sebelumnya dibangun oleh putranya yang telah tewas.
Dari pihak internasional, juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, Stéphane Dujarric, menyebut ratusan tenda dan tempat penampungan sementara terendam banjir. Menurutnya, Gaza tidak memiliki peralatan penting untuk mitigasi banjir, seperti pompa air dan perlengkapan untuk membersihkan sampah serta puing.
Situasi ini semakin menambah deretan tantangan kemanusiaan yang dihadapi warga Gaza di tengah konflik dan kondisi lingkungan yang ekstrem.